malam ini dingin setelah hujan sangat menusuk tulang, namun bagi luna kedinginan bukanlah hal yang baru baginya dia sangat menyukai suasana seperti ini, jalanan yang basah, pohon-pohon dan bunga yang basah, semuanya terlihat segar. dihirupnya secangkir teh hangat, dan terus menekuri laptop nya membuat sebuah tulisan yang akan segera dia kirim ke penerbit, semoga di terima, pikirnya dalam hati. sesekali ia menatap keluar jendela, sejuk dan indah baginya. pantulan sinar lampu yang menerpa tetesan hujan di pepohonan nampak berkilau seperti bintang di langit, tetesan-tetesan air yang jatuh dalam kolam seperti irama musik yang dimainkan oleh alam.
"lun, tutup jendelanya, angin malam nggak bagus loh untuk kesehatan, dan ini ada telephon buat kamu?" ujar ibu seraya memberikan teleponnya kepada luna.
"iya bu, sebentar lagi, dari siapa?" tanganku meraih telepon dari tangan ibu.
ibu tidak menjawab ia hanya tersenyum sambil berlalu. siapa sih? pikirku dalam hati. "hallo? nino, baik-baik alhamdulillah, kamu gimana? mau ke batam? asik, jangan lupa oleh-olehnya ya? ya ampun sumpah aku kangen banget sama kamu, hahaha.. iya, oh iya kenapa kamu pake telepon rumah? hah pengiritan dasar pelit! hahaha.. oke deh no, selamat malam ya asalamualaikum." tiba-tiba hati luna menjadi tak menentu, bahagia? pastinya.
tiga tahun lalu saat nino untuk memutuskan hubungannya dengan luna, semua berawal dari ketika nino di terima di sebuah perguruan tinggi di jakarta, jurusan arsitektur. seakan semua harapannya menjadi nyata, nino merupakan orang selalu mementingkan pendidikan, dan jika nino telah menentukan sikap maka dia selalu berkomitmen.
"terus kenapa? kamu nggak bisa kita LDR-an ?"
"aku hanya ingin fokus kuliah lun? dan belum ingin memikirkan hal lain."ujarnya sambil memegang pipiku, menatap mataku lekat.
"termasuk pacar kamu?" luna membalas tatapan mata nino.
"setiap orang punya prioritas lun" nino melepas tangannya dari pipi luna, dan berjalan mendekati motornya."kita pulang!" di sepanjang jalan kita hanya berdiam, tanpa sepatah kata, hanya desiran-desiran angin malam yang kencang, berteriak-teriak diantara lajunya motor yang di kendarai nino. sesampainya di rumah luna langsung masuk kedalam rumah tanpa sepatah kata dan ucapan selamat tinggal.
tapi begitulah cinta, meskipun nino memutuskan hubungan mereka tapi sampai sekarang mereka masih saja berhubungan. nino selalu mengirimkan satu kata, dan kemudian luna membalasnya menjadi sebuah kalimat yang indah.
hidup.
manusia dilahirkan agar dia bisa memberi warna di setiap hidupnya, karena hidup punya banyak warna, tapi kenapa setiap aku melihat kamu, bukan warna indah yang aku dapatkan melainkan abu-abu, semua samar dan tidak nyata bagiku.
kamu bicara tentang hidup atau warna ?
dua-duanya.
dua hari kemudian nino datang ke batam, luna bersiap-siap mengenakan baju yang ia akan gunakan utuk menemui nino nanti. memoleskan bedak tipis di wajahnya yang putih, dan ia kenakan sedikit pewarna di pipinya agar tidak terlihat pucat. "mau ketemu aku saja kenapa harus dandan?" tiba-tiba suara nino mengagetkan luna, lalu luna membalik kan tubuhnya ke arah sumber suara. "nino?" pekiknya, "kamu kenapa nggak ketuk pintu dulu sih ?" luna melempar kardigannnya ke arah nino, dan memukuli badan nino. "oke sorry, so kemana kita akan pergi?" ujar nino sambil mengenakan kardigan ke badan luna, mata mereka beradu di kaca, mereka saling menatap dan kemudian tertawa kencang.
"hmmm lun, aku mau bicara serius sama kamu?" nino menggenggam tangan luna.
"mau ngomong apa?" luna mengalami getaran hebat di dadanya, kenangan-kenangan indah yang dulu kembali terbesit di dalam otaknya.
"kita balikan, mulai sekarang aku mau seerius sama kamu." tiba-tiba luna melepas genggamannya dari tangan nino, lalu ia mengetuk-ngetuk meja matanya mulai basah, kakinya bergetar hebat sampai ia perlu berdiri untuk memulai pembicaraan lagi, luna menyeka air matanya yang belum sempat jatuh ke pipinya itu. belum sempat luna bebicara, nino bertanya keheranan. "kamu kenapa lun?"
"okey, aku memang bahagia banget saat kamu berkata seperti itu tadi, tapi kamu anggap apa aku ini, kamu putuskan, kamu ajak kita jadian lagi, seakan aku ini hanya sebuah mainan atau boneka. aku punya hati no, apa kamu tau apa yang aku rasakan saat kamu putuskan hubungan kita waktu itu? tangis luna memecah, ia meremas rambutnya.
"aku akui waktu itu aku salah lun, aku pikir saat aku akan melupakanmu itu akan membuatku lebih fokus ke kuliah, tapi nyatanya nggak lun, semakin aku berusaha melupakanmu aku semakin seperti kehilangan hidupku." ujarnya dan menarik tangan ku.
"nggak no, semua orang punya prioritaskan? dan saat ini prioritas utama ku bukan kamu?" luna melepas genggaman nino dan ia berlari-berlari sekuat tenaga, sejauh mungkin sampai dia tidak bisa lagi mendengar teriakan nino yang memanggil namaya." sorry no, semuanya sudah terlambat, hatiku sudah tertutup untukmu, semoga kamu bisa menerima semua ini, seperti aku menerima keputusanmu saat itu."
malam berlalu dengan tangis yang membanjiri wajah luna..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar